Selasa, 08 Mei 2018

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI & CONTOH KASUS


Pengertian Sengketa
Sebelum membahas secara mendalam tentang sengketa ekonomi, maka terlebih perlu dipahami defenisi dari sengketa, dimana di dalam kamus Besar Bahasa Indonesia sengketa berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan.
Sengketa biasanya bermula dari suatu situasi dimana ada pihak yang merasa dirugikan pleh pihak lain.  Perasaan tidak puas akan muncul kepermukaan apabila terjadi conflict of interest. Pihak yang merasa dirugikan akan menyampaikan ketidakpuasannya kepada pihak kedua, apabila pihak kedua dapat menanggapi dan memuaskan pihak pertama, selesailah konflik tersebut, sebaliknya jika reaksi pihak kedua menunjukkan perbedaan pendapat atau memiliki nilai-nilai yang berbeda, akan terjadilah apa yang dinamakan sengketa.
Penyelesaian sengketa secara formal berkembang menjadi proses adjudikasi yang terdiri atas proses melalui pengadilan/litigasi dan arbitrase/perwasitan, serta proses penyelesaian-penyelesaian konflik secara informal yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa melalui negosiasi dan mediasi.
Adapun defenisi sengketa menurut beberapa ahli diantaranya adalah :
1.      Menurut Winardi,
Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.
2.      Menurut Ali Achmad,
Sengketa adalah pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Dari kedua pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa sengketa adalah prilaku pertentangan antara dua orang atau lebih yang mana nantinya dapat menimbulkan suatu akibat hukum dan karenanya dapat diberi sangsi hukum bagi salah satu diantara keduanya.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat dan kompleks melahirkan berbagai macam bentuk kerja sama dalam dunia ekonomi. mengingat kegiatan ekonomi khususnya bisnis yang semakin meningkat, maka tidak mungkin dihindari terjadinya sengketa diantara para pihak yang terlibat.
Perlu diketahui bahwa Sengketa muncul dikarenakan berbagai alasan dan masalah yang melatar belakanginya, terutama karena adanya Conflict Of Interest diantara para pihak. Sengketa yang timbul diantara para pihak yang terlibat dalam berbagai macam kegiatan bisnis atau perdagangan dinamakan sengketa ekonomi.


2.2 Sengketa Dalam Kegiatan Ekonomi
Secara rinci sengketa dalam ranah ekonomi dapat berupa sengketa sebagai berikut :
1.      Sengketa perniagaan                     8. Sengketa pekerjaan
2.      Sengketa perbankan                     9. Sengketa perburuhan
3.      Sengketa Keuangan                      10. Sengketa perusahaan
4.      Sengketa Penanaman Modal         11. Sengketa hak
5.      Sengketa Perindustrian                 12. Sengketa property
6.      Sengketa HKI                              13. Sengketa Kontrak
7.      Sengketa Konsumen                     14. Dll.

2.3  Mekanisme Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Perlu dipahami bahwa Penyelesaian sengketa ekonomi bertujuan untuk menghentikan pertikaian dan menghindari kekerasan dan akibat-akibat yang mungkin akan terjadi akibat dari persengketaan tersebut. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut: Negosiasi (perundingan), Enquiry atau penyelidikan, Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase, Judicial Settlement atau Pengadilan, serta Organisasi-organisasi atau Badan-badan Regional. Adapun penjelasannya, antara lain :
1.      Negosiasi/Perundingan
Negosiasi adalah komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat keduabelah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda.
Adapun Keuntungan Negoisasi :
1.      Mengetahui pandanga pihak lawan.
2.      Kesempatan mengutarakan isi hati untuk didengar pihak lawan
3.      Memungkinkan sengketa secara bersama-sama.
4.      Mengupayakan solusi terbaik yang dapat diterima oleh kedua belah pihak.
5.      Tidak terikat kepada kebenaran fakta atau masalah hukum.
6.      Dapat diadakan dan diakhiri sewaktu-waktu.
Adapun Kelemahan Negoisasi :
1.      Mengetahui pandanga pihak lawan.
2.      Tidak dapat berjalan tanpa adanya kesepakatan dari kedua belah pihak.
3.      Tidak efektif jika dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang mengambil kesepakatan
4.      Sulit berjalan apabila posisi para pihak tidak seimbang.
5.      Memungkinkan diadakan untuk menunda penyelesaian untuk mengetahui informasi yang dirahasiakan lawan.
6.      Dapat membuka kekuatan dan kelemahan salahsatu pihak.
7.      Dapat membuat kesepakan yang kurang menguntungkan.
Tahapan Negoisasi menurut William Ury dibagi menjadi Empat Tahap yaitu :
1.      Tahapan Persiapan :
§  Persiapan sebagai kunci keberhasialan
§  Mengenal lawan, pelajari sebanyak mungkin pihak lawan dan lakukan penelitian
§  Usahakan berfikir dengan cara berfikir lawan dan seolah-olah kepentingan lawan sama dengan kepentingan anda
§  Sebaiknya persiapkan pertanyaan – pertanyaan sebelum pertemuan dan ajukan dalam bahasa yang jelas dan jangan sekali-kali memojokkan atau menyerang pihak lawan.
§  Memahami kepentingan kita dan kepentingan lawan.
§  Identifikasi masalahnya, apakah masalah tersebut menjadi masalah bersama?
§  Menyiapkan agenda, logistik, ruangan dan konsumsi dan Menyiapkan tim dan strategi.
§  Menentukan BTNA (Best Alternative to A Negitieted Agreement) alternative lain atau harga dasar (Bottom Line).
2.      Tahap Orientasi dan Mengatur Posisi :
§  Bertukar Informasi
§  Saling menjelaskan permasalahan dan kebutuhan
§  Mengajuakan tawaran awal.
3.      Tahap Pemberian Konsensi/ Tawar Menawar
§  Para pihak saling menyampaikan tawaranya, menjelaskan alasanya dan membujuk pihak lain untuk menerimanya.
§  Dapat menawarkan konsensi, tapi pastikan kita memperoleh sesuatu sebagai imbalanya
§  Mencoba memahai pemikiran pihak lawan
§  Mengidentifikasi kebutuhan bersama
§  Mengembangkan dan mendiskusiakan opsi-opsi penyelesaian.
4.      Tahapan Penutup
§  Mengevaluasi opsi-opsi berdasarkan kriteria obyektif.
§  Kesepakatan hanya menguntungkan bila tidak ada lagi opsi lain yang lebih baik, bila tidak berhasil mencapai kesepakatan, membatalkan komitmen.

1.      Enquiry (penyelidikan)
Enquiry (penyelidikan) adalah merupakan kegiatan untuk mencari fakta yang dilakukan oleh pihak ketiga.
2. Mediasi
Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.
Dan Merupakan salah satu bentuk negosiasi antara para pihak yang bersengketa yang melibatkan pihak   ketiga dengan tujuan membantu tercapainya penyelesaian yang bersifat kompromistis.  Pihak ketiga yang ditunjuk membantu menyelesaikan sengketa dinamakan mediator.  Mediasi mengandung unsur-unsur :
1.      Merupakan sebuah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan.
2.      Mediator terlibat dan diterima oleh para pihak yang bersengketa di dalam perundingan.
3.      Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari penyelesaian.
4.      Tujuan mediasi untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Tugas Mediator antara lain :
1.      Bertindak sebagai fasilitator sehingga terjadi pertukaran informasi yang dapat dilaksanakan.
2.      Menemukan dan merumuskan titik-titik persamaan dari argumentasi para pihak dan berupaya untuk mengurangi perbedaan pendapat yang timbul (penyesuaian persepsi) sehingga mengarahkan kepada satu keputusan bersama.
Berikut ini adalah prosedur mediasi :
§  Setelah perkara dinomori, dan telah ditunjuk majelis hakim oleh ketua, kemudian majelis hakim membuat penetapan untuk mediator supaya dilaksanakan mediasi.
§  Setelah pihak-pihak hadir, majelis menyerahkan penetapan mediasi kepada mediator berikut pihak-pihak yang berperkara tersebut.
§  Selanjutnya mediator menyarankan kepada pihak-pihak yang berperkara supaya perkara ini diakhiri dengan jalan damai dengan berusaha mengurangi kerugian masing-masing pihak yang berperkara.
§  Mediator bertugas selama 21 hari kalender, berhasil perdamaian atau tidak pada hari ke 22 harus menyerahkan kembali kepada majelis yang memberikan penetapan. Jika terdapat perdamaian, penetapan perdamaian tetap dibuat oleh majelis.
3. Konsiliasi
Konsiliasi adalah Usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan menyelesaikan perselisihan tersebut. Dalam pengertian lain Konsolidasi (conciliation), dapat pula diartikan sebagai pendamai atau lembaga pendamai. Bentuk ini sebenarnya mirip dengan apa yang diatur dalam Pasal 131 HIR. Oleh karena itu, pada hakikatnya sistem peradilan Indonesia dapat disebut
mirip dengan mix arbitration, yang berarti:
1.      pada tahap pertama proses pemeriksaan perkara, majelis hakim bertindak sebagai conciliator atau majelis pendamai,
2.      setelah gagal mendamaikan, baru terbuka kewenangan majelis hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara dengan jalan menjatuhkan putusan.
Akan tetapi, dalam kenyataan praktek, terutama pada saat sekarang; upaya mendamaikan yang digariskan pasal 131 HIR, hanya dianggap dan diterapkan sebagai formalitas saja. Jarang ditemukan pada saat sekarang penyelesaian sengketa melalui perdamaian di muka hakim. Lain halnya di negara-negara kawasan Amerika, Eropa, maupun di kawasan Pasific seperti Korea Selatan, Jepang, Hongkong, Taiwan, dan Singapura. Sistem konsiliasi sangat menonjol sebagai alternatif. Mereka cenderung mencari penyelesaian melelui konsiliasi daripada mengajukan ke pengadilan.
4. Arbitrase
Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan. Pengertian Arbitrase menurut beberapa ahli :
1.      Istilah arbitrase berasal dari kata “Arbitrare” (bahasa Latin) yang berarti “kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu perkara menurut kebijaksanaan” Subekti : merupakan suatu penyelesaian atau pemutusan sengketa oleh seorang wasit atau para                 wasit yang berdasarkan persetujuan bahwa mereka akan tunduk kepada atau menaati                           keputusan yang akan diberikan wasit atau para wasit yang mereka pilih.
2.      Abdulkadir Muhamad : peradilan yang dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersengketa.
3.      Pasal 3 ayat 3 UU No 14 tahun 1970 menyatakan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan atas dasar perdamaian atau melalui arbitrsase tetap diperbolehkan tetapi putusan arbiter hanya mempunyai kekuatan eksekutorial setelah memperoleh izin atau perintah untuk dieksekusi dari pengadilan.
UU arbitrase nasional : UU No 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.  Berdasarkan UU tersebut, Arbitrase merupakan cara penyelesaian sengketa perdata di luar pengadilan umum, yang didasarkan perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Azas- Azas Arbitrase :
1.      Azas kesepakatan, artinya kesepakatan para pihak untuk menunjuk seorang atau beberapa oramg arbiter.
2.      Azas musyawarah, yaitu setiap perselisihan diupayakan untuk diselesaikan secara musyawarah, baik antara arbiter dengan para pihak maupun antara arbiter itu sendiri;
3.      Azas limitatif, artinya adanya pembatasan dalam penyelesaian perselisihan melalui arbirase, yaiu terbatas pada perselisihan-perselisihan di bidang perdagangan dan hak-hak yang dikuasai sepenuhnya oleh para pihak;
4.      Azas final and binding, yaitu suatu putusan arbitrase bersifat puutusan akhir dan mengikat yang tidak dapat dilanjutkan dengan upaya hukum lain, seperi banding atau kasasi. Asas ini pada prinsipnya sudah disepakati oleh para pihak dalam klausa atau perjanjian arbitrase.
Penjanjian arbitrase tidak batal meskipun :
1.      Meninggalnya salah satu pihak.
2.      Bangkrutnya salah satu pihak.
3.      Novasi (Pembaharuan utang)
4.      Insolvensi (keadaan tidak mampu membayar)salah satu pihak.
5.      Pewarisan.
6.      Berlakunya syarat-syarat hapusnya peikatan pokok.
7.      Bilamana pelaksanaan perjanjian dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase.
8.      Berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Jenis Arbitrase :
1.      Arbitrase ad hoc atau arbitrase volunter : merupakan arbitrase yang dibentuk secara khusus untuk menyelesaikan atau memutuskan perselisihan tertentu.
2.      Arbitrase institusional : merupakan suatu lembaga yang bersifat permanen sehingga arbitrase institusional tetap berdiri untuk selamanya, meskipun perselisihan telah selesai.
Di Indonesia terdapat dua lembaga arbitrase, yaitu :
1.      Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).
2.      Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI).

Tujuan Arbitrase Sehubungan dengan asas-asas tersebut, tujuan arbitrase itu sendiri adalah untuk menyelesaikan perselisihan dalam bidang perdagangan dan hak dikuasai sepenuhnya oleh para pihak, dengan mengeluarkan suatu putusan yang cepat dan adil, Tanpa adanya formalitas atau prosedur yang berbelit-belit yang dapat yang menghambat penyelisihan perselisihan.
Selain dari pada beberapa proses penyelesaian sengketa diatas, adapaun cara lain yang dapat ditempuh Yaitu melalui proses Litigasi : merupakan mekanisme penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan dengan menggunakan pendekatan hukum. Lembaga penyelesaiannya :
5. Pengadilan Umum
Pengadilan Negeri berwenang memeriksa sengketa bisnis, mempunyai karakteristik :
1.      Prosesnya sangat formal
2.      Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3.      Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4.      Sifat keputusan memaksa dan mengikat (Coercive and binding)
5.      Orientasi ke pada fakta hukum (mencari pihak yang bersalah)
6.      Persidangan bersifat terbuka
7.      Pengadilan Niaga
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di lingkungan pengadilan umum yang mempunyai kompetensi untuk memeriksa dan memutuskan Permohonan Pernyataan Pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan sengketa HAKI.
Pengadilan Niaga mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1.      Prosesnya sangat formal
2.      Keputusan dibuat oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh negara (hakim)
3.      Para pihak tidak terlibat dalam pembuatan keputusan
4.      Sifat keputusan memaksa dan mengikat (coercive and binding)
5.      Orientasi pada fakta hukum (mencari pihak yang salah)
6.      Proses persidangan bersifat terbuka
7.      Waktu singkat.
Akan tetapi jika melakukan penyelesaian sengketa melalui sistem peradilan, maka akan menimbulkan beberapa dampak, diantaranya :
1.      Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2.      Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.
Selain dari pada itu berperkara melalui pengadilan,
1.      lama dan sangat formalistik (waste of time and formalistic),
2.      biaya tinggi (very expensive),
3.      secara umum tidak tanggap (generally unresponsive),
4.      kurang memberi kesempatan yang wajar (unfair advantage) bagi yang rakyat biasa.


Contoh Kasus
Masalah Gadai Emas, BI akan panggil BRI Syariah
Bank Indonesia berencana akan memanggil Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dan seniman Butet Kertaradjasa terkait masalah skema gadai emas. Direktur Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia Edy Setiadi mengungkapkan, dalam pertemuan tersebut BI akan mendengarkan penjelasan BRIS terkait kesalahpahaman yang terjadi.
“Bank Indonesia, dalam waktu dekat akan memanggil BRIS untuk memberikan penjelasan mengenai permasalahan kesalahpahaman antara BRIS dan nasabahnya,” kata Edy kepada VIVA news di Jakarta, Sabtu 15 September 2012. Sementara, untuk melakukan proses mediasi, Edy menambahkan, BI masih mempelajari permasalahan lebih lanjut. “BI akan mempelajari permasalahan tersebut terlebih dahulu sebelum melakukan tindak lanjutnya,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gadai Emas, produk gadai di bank syariah, yang sempat dipermasalahkan Bank Indonesia, akhirnya menuai kasus. Seniman Butet Kartared jasa mengadukan produk gadai syariah Bank Rakyat Indonesia Syariah karena dianggap merugikan nasabah.
Butet menjadi nasabah gadai emas BRI Syariah di Yogyakarta pada Agustus 2011. Ia menggadaikan emasnya, dengan modal 10 persen dari keseluruhan harga emas, BRI Syariah memberikan pembiayaan sebesar 90 persen. Butet mencicil sejumlah uang yang dipersyaratkan.
Ketika jatuh tempo pada Desember 2011, nasabah diberikan opsi ketika harga emas turun nasabah diminta menanggung penurunan harga dari harga emas semula. Butet menolak opsi tersebut.
BRI Syariah juga memberikan opsi memperpanjang masa jatuh tempo sebanyak dua kali, namun kerugian penurunan harga tetap harus ditanggung Butet. BRI juga meminta emas yang dimiliki Butet dijual.
“Saya minta skema diperpanjang dalam tiga tahun, karena ketika harga emas naik silahkan dijual, jadi win-win solution,” ujar Butet.
BRI Syariah akhirnya menjual kepemilikan emas Butet dengan alasan hal itu sudah tercantum dalam perjanjian. Karena merasa menjadi korban, ia akan mengajukan class action.
Penyelesaiannya
Metode berkebun emas ini memang membutuhkan modal untuk membeli logam mulia pertama dan menyiapkan uang tunai untuk menutup selisih kekurangan harga pembelian logam mulia kedua hingga kelima. Sebagai ilustrasi, Anda membeli logam mulia seberat 10 gram yang langsung digadaikan. Jika uang gadai yang diberikan bank syariah sebesar 85%, dana yang diperoleh setara dengan 8.5 gram. Oleh sebab itu, ketika akan membeli logam mulia 10 gram kedua, perlu dana tambahan setara dengan logam mulia seberat 1.5 gram ditambah biaya penyimpanan logam mulia di bank syariah. Demikian seterusnya, hingga mencapai logam mulia yang dikehendaki. Setelah mencapai logam mulia terakhir, misalnya kelima, Anda sebaiknya menjual logam mulia tersebut. Tentunya ketika harga logam mulia sudah meningkat minimal 30%. Mengapa 30% ? kenaikan 30% ini diperlukan agar hasil penjualan dapat menutup biaya biaya gadai empat keeping logam mulia yang ada di bank syariah dan hasil penjulan logam mulia terakhir inilah yang dipergunakan untuk menebus empat keping logam mulia di bank syariah, saat inilah biasa disebut masa panen emas.
Kenaikan harga emas yang konsisten disebabkan oleh dua hal, pertama, konsumsi penduduk Indonesia terhadap logam mulia ada di peringkat 14 dunia (China ada diperingkat ke satu dan India ada di peringkat ke dua). Kedua, Indonesia adalah penghasil emas ketujuh terbesar didunia, jika permintaan emas terus bertambah, maka harga emas akan terus meningkat.
Jalur non-litigasi atau biasa disebut Alternative Dispute Settlement (ADS) menjadi opsi alternatif untuk penyelesaian sengketa yang sedang terjadi dalam masalah Gadai Emas. Oleh para sarjana, metode ini dianggap paling efektif untuk menyelesaikan sengketa bisnis karena biayanya relatif lebih murah daripada menggunakan jalur litigasi. Di Indonesia konsep alternatif penyelesaian sengketa sudah semakin familiar dengan UU No. 30 tahun 1999.
Spesifik untuk masalah perbankan, metode-metode jalan tengah sudah dimulai dengan terbitnya Peraturan BI No. 7/7/PBI/2005. Kemudian berubah dengan No. 8/5/PBI/2006, dan kini telah disempurnakan dengan Peraturan No. 10/1/PBI/2008. Intinya, dibuka kesempatan mediasi antara Bank dengan Nasabah dimana Bank Indonesia memfasilitasi mediasi ini.
Penelitian yang dilakukan oleh seorang dosen fakultas hukum UGM menunjukkan bahwa mediasi perbankan oleh Bank Indonesia cukup efektif. Untuk kurun waktu 2006 saja ada 85% kasus yang berhasil di mediasi dan meningkat pada 2007 menjadi 87% (Herliana, 2010:42). Ini menunjukkan bahwa penyelesaian tidak terus-menerus harus menggunakan litigasi.
Sangat disayangkan apabila polemik gadai emas ini merembet ke ranah hukum dan terpaksa harus diselesaikan di pengadilan. Tidak hanya akan mencoreng konsep syariah sebagai alternatif perekonomian, juga antipati masyarakat akan bertambah terhadap kegiatan perbankan. Tentu pengalaman pahit pada tahun 1998 – tatkala rush terjadi dan menyebabkan collapse industri perbankan tanah air – tidak ingin di ulangi. Caranya hanya satu yakni dengan tetap menjaga kepercayaan nasabah. Untuk itu, mediasi adalah pilihan terbaik.
Namun satu hal, pelaksanaan mediasi harus dilakukan sepenuh hati. Pengalaman dan pengamatan penulis menunjukkan bahwa hampir selalu mediasi gagal justru disebabkan mediator. Parsialitas dan kepongahan ekspertisme mediator menyulitkannya untuk menemukan dan menangkap keinginan para pihak. Mediator sepatutnya mengingat bahwa mediasi ada untuk mempertemukan kepentingan para pihak, bukan justru membenturkan kepentingan-kepentingan tersebut.
Sepatutnya polemik gadai emas syariah ini dipakai sebagai momentum untuk meletakkan pondasi penyelesaian sengketa perekonomian yang bermartabat dan dengan cara-cara kekeluargaan. Ini akan membawa pemahaman baru bahwa cap “syariah” tidak hanya untuk mencari nasabah. Lebih dalam lagi, konsep ke-syariah-an dibuktikan dengan adanya keinginan dan itikad baik mencari pemecahan yang win-win solution. Apabila mediasi berhasil, polemik hari ini akan menjadi preseden di tanah air bahwa mediasi telah menjadi kultur berbisnis dan menunjukkan bahwa produk-produk perbankan tanah air bukanlah produk bodong.
Metode Berkebun Emas merupakan sistem pengembangan investasi yang terus berevolusi. Saat ini, banyak masyarakat Indonesia yang membeli Logam Mulia untuk kemudian disimpan hingga harga jualnya meningkat. Pada saat membutuhkan uang dadakan masyarakat juga terkadang menggadaikan logam mulia yang dimilikinya. Kini logam mulia yang digadaikan dapat “dikembangbiakan” agar menghasilkan logam-logam mulia baru dengan dua pertiga modal ditanggung oleh lembaga keuangan penyedia jasa gadai, seperti bank syariah.
Kita harus memilih lembaga gadai emas syariah yang menetapkan biaya gadai dan penitipan yang paling ringan, disamping itu perlu juga diperhatikan lembaga gadai yang memberikan dana gadai tertinggi agar dana tersebut dapat digunakan kembali untuk membeli logam mulia yang lebih besar dan tambahan dana yang dibutuhkan tidak terlalu memberatkan. Selain itu, juga perlu ditanyakan tentang skema pengamanannya. Ada beberapa lembaga gadai emas syariah memberlakukan biaya asuransi yang dibebankan langsung kepada konsumen, tetapi sebagian besar lainnya tidak tidak membebankan biaya asuransi khusus karena sudah termasuk dalam biaya administrasi.


Daftar Pustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar